Makhluk dalam Aquarium


1
Apalah arti berenang bebas, tapi terkurung dalam kotak kaca selamanya? Barangkali saat kita makan, keberlangsungan hajat hidup, dan keputusan kita akan mati atau tidak tergantung dari mereka di luar kotak kaca itu, yang gemar menyaksikan kelumpuhan makna kemerdekaan kita.
Dan enak sekali ketika sebuah semboyan dikumandangkan, “Hidup itu masalah pilihan. Semua kembali padamu. Pada diri masing-masing!” Begitu?
Tidak. Tentu tidak begitu. Kehidupan bukan karena pilihan. Tiap hitungan langkahmu, tiap gerak jemarimu, tiap luruhnya helai-helai rambutmu, sama sekali jauh dari keputusan-keputusanmu. Lantas keputusan siapa?
Bukan keputusan siapa-siapa. Apalagi timbul oleh sebab-sebab yang terasa masuk di akal itu. Bukan. Mungkin tepatnya jika dikatakan desain. Bagus, tanyakan lagi. Siapa yang mendesain? Akal spontan menjawab, “Tuhan!”. Dan hati, dengan lugu meyakini.
Jangan pernah membayangkan dunia ini luas tak terperi. Dunia ini sempit saja seperti akuarium dengan satuan sentimeter. Barangkali satu tudingan membantai pemikiran ini. “Yang sempit itu bukan dunia, tapi pikiranmu tentang dunia.” Boleh-boleh saja. Toh, makna luas-sempit hanya masalah citarasa. Kalau engkau sedikit peka, rasakanlah. Cobalah sesekali kau bertanya pada cermin saat kau menyisir rambut, “Memangnya duniamu seluas apa?”

2
Aku memang cuma makhluk akuarium yang patuh pada keputusan-keputusan majikanku. Nasibku tak jauh berbeda dengan makhluk-makhluk akuarium lainnya. Kami makan kalau memang diberi makan. Kami mati jika dikehendaki mati. Kami berpindah tangan bila ternyata si majikan sudah bosan. Dan kami bebas, dengan catatan majikan kami sedang kena senggol jubah malaikat. Oh ya, kami juga bisa digoreng dalam berbagai selera kok.
sampai pada titik ini, apakah kau sudah sadar arti kebebasan dan luas dunia? sudahkah kau menyadari bahwa 'merk dagang’ yang selama ini kau unggulkan di setiap pembicaraanmu, yaitu hidup adalah pilihan, bla bla bla, ternyata mesti diteliti lagi.
Nampaknya kau masih juga keras kepala. Aku jadi geleng-geleng sendiri menyaksikan gigihnya jalan berpikirmu. Aku bertanya-tanya, Apakah kepalamu memang sekeras itu sehingga suara-suara lemah berupa gelembung-gelembung udara kecil yang keluar dari perangkat bernapas kecil ini tak lagi menggetarkan gendang telingamu, ataukah aku ini terlalu klasik untuk dipahami otak moderen sepertimu, ataukah memang sudah takdir : kau tercipta untuk tidak mungkin mengerti bahasa-bahasaku yang terlihat konyol dan menarik untuk direkam kamera.
3
Pertumbuhan itu sesuatu yang menakjubkan. Amati saja, tiap detail pertumbuhan selalu diikuti perkembangan. Dan ketika kau mengimani kedua hal ini, dualisme ruang dan waktu menjadi keniscayaan.
Semakin tumbuh, maka semakin berkembang. Semakin berkembang seiring berjalannya waktu, maka semakin luas pemahaman pada ruang-ruang yang ditempati. Entah sadar atau tidak. Entah segalanya meruncing pada hal-hal kebaikan atau sebaliknya. Pada titik inilah, barangkali pilihan dianggap penting karena mampu memilih bermakna kesiapan diri menjadi dewasa.
Setelah dianggap dewasa, maka sudah saatnya mempersiapkan diri melihat dunia yang lebih luas. Melihat cakrawala. Mengamati angkasa. Bernafas bersama bumi dan tanah, juga makhluk-makhluk lainnya. Tarik nafas 1, 2, 3, Hhhhh.
Bagus jika kau sudah mengerti. Maaf, tak ada ucapan selamat atau pelukan haru. Ini adalah hal-hal kecil yang sering dianggap natural. Bukan bermaksud mengecilkan arti kata natural, tapi beberapa alasan mencegahku untuk memberikan pelukan hangat atau genggaman erat padamu.
Pertama, bukanlah hal spesial yang butuh usaha-usaha khusus. Kau cuma perlu menarik diri sejenak dari keramaian, lalu selami lapisan demi lapisan hatimu yang berlapis-lapis kayak kue lapis itu. Jangan lama-lama. Cukup 5-10 menit saja per hari. Seminggu kemudian, rasakanlah perbedaannya (Ha, mirip iklan).
Kedua, setiap makhluk hidup yang bernafas tentu sudah memiliki alur logika seperti ini. Meski tanpa petunjuk sama sekali. Dan sepertinya memang tidak usah ada petunjuk. Aku, kau, dan mereka, sudah dibekali sejak pertama melihat cahaya dunia. Kan sudah pernah kukatakan panjang lebar soal desain kehidupan. Lupa ?
Ketiga, giliranku yang bertanya. Sudahkah engkau bercermin hari ini? Oh ya, aku lupa. Kamu kan sama dengan aku. Kita sama-sama makhluk dalam akuarium. Mana sempat bercermin? Bodohnya. Setidaknya kau bercermin pada mataku. Tanyakanlah, aku akan mencoba menjawab, meski tak sejujur jawaban cermin. Hehehe.
4
Tertawa, beriringan, sesekali kita berenang saling menjauh lalu mendekat lagi. Begitulah kegiatan pengusir setan bernama kejenuhan. Ya, betapa tidak. Satu-satunya penghijau kornea mata adalah tetumbuhan. Tepatnya tidak benar-benar tetumbuhan. Hanya sekedar gambar latar belakang penghias akuarium ini.
Beruntung, aku memilikimu, kawan makhluk seakuarium. Kita seusia. Kita sebenarnya seide, senasib, dan seimbang. Kau adalah kawan terbaik yang pernah kutemukan. Ah, maksudku, teman baik adalah teman yang paling enak diajak berdialog, bertukar mimpi, dan berkelahi.
Tunggu, tunggu. Sepertinya kau tidak suka istilah memiliki. Wajar saja, sebab kita pernah trauma berkepanjangan dengan makna memiliki yang berarti ada sesuatu yang dimiliki. Sesuatu yang dimiliki bebas untuk diperlakukan macam apa saja oleh sesuatu yang memiliki. Kau tidak suka? Baiklah, aku ganti saja. Kita saling melengkapi keberadaan satu dan yang lainnya. Kau mengisi ruang-ruang yang tak dapat kujejak, sementara aku mengisi waktu-waktumu yang hanya beberapa jenak.
Nah, begitu donk. Sinar matamu kembali cerah. Aih, cantiknya. Seandainya saja aku seniman, tentu sudah kubuatkan replika binar indah kedua mata itu supaya dunia ikut mengagumi apa yang kukagumi ini. Binar yang benar-benar bersinar tatkala kebahagiaan menyapa. Binar yang tak pernah luntur, meski keadaan seringkali mencela.
Jauh di lubuk hatiku, sebenarnya aku ingin memilikimu. Sungguh. Sayang sekali kita berbeda. Aku ini pemburu. Sedangkan engkau, buruanku. Memang saat ini kita masih sama-sama remaja. Kelak, ketika waktu mengasah naluriku, nampaknya mau tidak mau aku harus membunuhmu. Kejam memang. Ya, untuk saat ini biarlah kusimpan dulu taring-taringku. Aku berjanji, akan melakukannya dengan sangat cepat, sehingga kau tak berlama-lama menahan rasa sakit. Sial, terkadang aku ingin protes pada desain kejam macam ini (tapi apa daya). Nampaknya, pemilik kita tak tahu betul soal ini. Buktinya, kau dan aku masih satu akuarium. Bah…dia malah asik ngopi sambil nonton tipi. Acara favorit lagi : Born to Kill…
5
Akhirnya kita tiba juga pada hari ini. Pada hari yang telah lama kita pahami. Pada suatu saat yang mendebarkan, sebuah awal sekaligus akhir yang direncanakan tanpa disadari.
Aku tak sanggup untuk berdekatan denganmu lagi. Maka kuputuskan untuk sedikit menjauh, menyudutkan diri di antara rumput-rumput sintetis yang seperti hidup dan menari-nari. Aku sudah mencium aroma darah. Darahmu.
Aku memohon, tolong jangan mendekat padaku. Menjauhlah juga. Aku bukanlah kemarin yang masih sama-sama berenang beriringan dan tertawa lugu. Aku kini memiliki taring. Runcing sekali, dan yakinlah bahwa kulit lembutmu pasti terkoyak ketika bersentuhan dengan yang satu ini.
Aku sadar, dulu aku terlalu memandang tinggi diriku sendiri. Dulu aku berkeyakinan, bila saat ini tiba, aku akan melakukannya dengan secepat-cepatnya, supaya kau tak merasakan derita menahan rasa sakit dan perih. Aku akan menusukkan gigi-gigi runcing ini, tepat di pembuluh nadimu, lokus yang kuyakini sebagai tempat melekatnya nyawa. Setelah menghunjamkan gigi, tanpa sempat kau sadari, kulepas ikatan raga dan nyawa itu dengan sekali tarik, ya, kau pun akan bermimpi indah selamanya. Tapi, aku tak sanggup melakukan semua rencana indah itu. Aku telah gagal melaksanakan tugasku sebagai eksekutor dalam desain kehidupan. Rasanya, aku layak mendapatkan hukuman.
Di tengah-tengah kebingunganku, aku seakan-akan mendengar bisikan lirih dari dalam kepalaku. Suaranya terdengar seperti suaramu. Atau jangan-jangan itu memang kamu?
Lakukanlah, lakukanlah, cepat, aku tak sabar menuju cahaya…
Apa aku tak salah dengar?
Cepatlah, mengapa kau ragu? Tancapkan taring-taringmu di sini, di pembuluh darahku. Bukankah kau ingin mematuhi desain kehidupanmu?
Ya, aku ingin patuh. Namun, itu bisa menyakitimu.
Tenanglah, tak sesakit yang kau kira. Jika kau sudah dibekali cara-cara untuk membunuh, maka aku sebaliknya. Aku didesain untuk mampu menahan rasa sakit itu.
Benarkah? Sadarlah, tak ada kesempatan kedua dalam pembunuhan. Sekali dan untuk selamanya. Jika gagal, salah satu dari kita harus mati.
Tak ada yang perlu mati. Sebab, nanti kita akan berjumpa lagi. Aku hanya mendahului waktumu. Itu saja.
Tanpa ragu – kupejamkan mata – aku tak mau melihat binar matamu, aku melesat secepat kilat menuju mangsaku (kini dia mangsaku). Kuhunjamkan dalam-dalam taringku, entah mengenai titik vitalnya atau tidak, aku tak peduli. Aku hanya mengikuti instruksi aneh di dalam kepalaku yang memberitahuku bahwa sasaranku tidak meleset. Aku bisa merasakan tubuh bergetar. Tubuhku dan tubuh mangsaku. Darah, aku mencium aroma darah di mana-mana. Tak kusangka akan seharum ini. Aaahhh…
Mangsaku sempat menggelepar sebentar, lalu segera kuputuskan urat nadinya. Kuhentikan aliran pernapasannya. Ia berhenti menggelepar. Dengan tenang, kucabik-cabik kulitnya yang halus. Terus-menerus kumakan hingga akhirnya aku kekenyangan. Kudengar suara itu lagi.
Terima kasih..tak lama lagi kita akan bersatu..tunggulah
5
Mengapa kita lebih suka membayangkan cinta daripada mati? Memangnya, di manakah letak perbedaannya, jika sama-sama sukar dimengerti? Mengapa kita selalu menuduh kematian itu seperti telanjang di musim dingin, sedangkan cinta adalah kehangatan ketika hujan? Mengapa cinta selalu dijunjung setinggi-tingginya, sementara mati dikubur sedalam-dalamnya? Mengapa?
Sejak kau pergi, atau lebih tepatnya, aku yang menuntunmu pergi – setelah itu kau berjalan sendiri menuju cahaya (dalam bahasamu), aku semakin sulit menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul begitu saja.
Aku cinta. Tapi kau mati. Dan nampaknya aku tengah menikmati keegoisanku sendiri kini. Aku begitu bergairah saat waktu ikut memanjakanku mengartikan cinta. Namun, ketika aku membayangkanmu yang sudah mati, cepat-cepat aku ingin melenyapkan istilah itu jauh-jauh dariku.
Tiba-tiba pintu terkuak. Sang pemilik pun muncul bersama seseorang, entah siapa. Mungkin sahabatnya atau saudaranya.
Hey, di mana ‘yang satunya’? kok tinggal satu?” tanyanya heran. Lho, kok heran? Kan dia kubawa menuju cahaya.
Hmm..memangnya kau punya dua?”,tanya orang satunya.
Iya, aku punya dua. Sial, pasti dimakan makhluk satu ini. Kurang ajar betul. Padahal, menurut teori, jika kedua makhluk dibesarkan sejak masih kecil, mereka takkan saling membunuh ketika dewasa..”
Hahaha, kau terlalu percaya pada teori. Tuh, lihat, hampir tak bersisa. Rakus betul makannya”
Huh…silahkan tertawa sepuasnya. Tapi itu tidak bisa mengganti yang sudah mati. Padahal, yang satunya makhluk kesayanganku”
Tenang, kawan. Tenang. Aku punya satu solusi yang bisa mengobati sakit hatimu”
Apa itu? Apakah harus kujual makhluk sialan ini?”, tanyanya sambil menuding tepat di wajahku.
Dijual? Hoho, tentu tidak. Sini, aku beri tahu…”,si kawan berbisik di telinga sang pemilik. Aku tak tahu apa yang dikatakan oleh si kawan itu, yang jelas sang pemilik mulai menyeringai dan keluar kamar. Tak lama, ia datang lagi sambil membawa jaring.
Idemu memang bagus, kawan! Nah, sekarang sini kau, makhluk sialan! Biar kujadikan kau santapan malam”
Hehehe, begitu baru kawanku. Lekas tangkap, aku akan siapkan bumbu-bumbu dan minyak goreng…”
Tawa mereka makin kencang. Aku menutup telinga. Kupejamkan mata. Dalam hati, aku berdoa dan teringat dia. tak lama lagi, kita akan berjumpa. Di dalam cahaya. Mungkin inilah arti mati dan cinta.

Sleman, 8 Mei 2011

Komentar

  1. he..he..saya jadi seperti tersindir sepertinya saya pernah melakukan itu....tp...aq kok malah tertawa???????sekejam itukah hajat hidupku????

    BalasHapus
  2. ironis memang, terkukungkung dalam kotak kaca berukuran centimeter, berputar-putar berkeliling dan merasa seakan sudah menempuh ribuan kilo!
    dan bingung dengan pemandangan yang itu-itu saja.

    mederita....

    Namun siapa tahu dia justru bahagia. disayangi oleh yang memiliki, terlindung dari ancaman-ancaman, dan menjadi penguasa dari kotak kecil berukuran centimeter.

    hidup yang indah yang takkan didapat diluar.hehe

    BalasHapus

Posting Komentar